2 Jokowi - JK, Hadirkan Reforma Agraria yang Berkeadilan
Menteri ATR/Kepala BPN RI, Sofyan Djalil. |
Jakarta, Laras Post - Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla genap berusia dua tahun pada 20 Oktober 2016. Setelah di tahun pertamanya meletakkan fondasi utama pembangunan, pemerintah menjadikan tahun kedua sebagai tahun percepatan pembangunan nasional untuk melanjutkan momentum pertumbuhan yang mulai terjadi sebagai dampak pembangunan fondasi di tahun pertama.
Percepatan juga dilaksanakan di Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk melaksanakan mandat program Reforma Agraria 9 juta hektar seperti yang tertera pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019. Reforma agraria menjadi salah satu program utama pemerintah karena dapat memberikan kepastian hukum, kepemilikan tanah, mencegah krisis ekologi, mengatasi konflik, mengurangi kemiskinan dan menurunkan ketimpangan ekonomi di pedesaan.
Sepanjang tahun 2015-2016 program Reforma agrarian telah memperoleh luasan 0,66 juta hektar atau 2,2 juta bidang. Beberapa program capaian yang telah terlaksana antara lain Program legalisasi asset melalui Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) yang tahun 2015 mencapai 912.641 bidang tanah dan tahun 2016 target realisasi Prona meningkat menjadi 1.064.151 bidang tanah. Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan A. Djalil memastikan percepatan akan terus digalakan bahkan tahun 2017, target sertifikasi akan meningkat 5 kali lipat hingga minimal 5 juta bidang tanah.
Kementerian ATR/BPN juga akan mengejar kekurangan tenaga juru ukur dengan menggunakan tenaga juru ukur swasta berlisensi. Sofyan menjelaskan saat ini hanya terdapat lebih kurang 1.000 juru ukur yang aktif di lapangan sehingga proses sertifikasi menjadi terhambat. Untuk itu hingga tahun 2017 dibutuhkan tambahan 2.500 hingga 3.000 juru ukur swasta berlisensi yang telah disertifikasi dan lolos uji kompetensi di Kementerian ATR/BPN. “Nantinya akan menjadi seperti perusahaan, semua bias mendaftar, kita uji kompetensi dan berisertifikat sehingga hambatan bias teratasi,” jelasnya.
Sofyan kembali menegaskan pentingnya mengedepankan keadilan dalam penguasaan, pemilikan, pengunaan dan pemanfaatan tanah karena selama ini terdapat ketimpangan kepemilikan tanah dan ketidakpastian hukum yang menyebabkan sengketa serta konflik pertanahan berkepanjangan. Karena itu program Prona menyasar Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang selama ini tidak memiliki akses untuk memiliki sertifikat atas tanah yang telah dimilikinya.
Sementara bagi masyarakat yang tidak memiliki tanah atas hak milik, Kementerian ATR/BPN menyiapkan program Redistribusi Tanah yang menyasar tanah-tanah Hak Guna Usaha (HGU) yang telah habis masa berlakunya dan tidak mengajukan perpanjangan sehingga ditetapkan sebagai tanah terlantar dan dijadikan Tanah Cadangan Umum Negara. Tanah-tanah Negara yang tidak termanfaatkan selanjutnya diredistribusikan kepada para buruh tani yang telah turun-temurun mengolah tanah tersebut.
Sepanjang 2015 sebanyak 107.150 bidang tanah telah diberikan kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk digunakan sebagai tanah pertanian. Tahun 2016 angka ini meningkat menjadi 175.000 bidang tanah atau sekitar 123.280 hektar di seluruh Indonesia. Tidak hanya selesai hingga penyerahan sertifikat, program redistribusi tanah reforma agrarian dilanjutkan pada program akses reform untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Akses reform adalah kegiatan paska redistribusi yang dilakukan Kementerian ATR/BPN bekerjasama dengan Kementerian/Lembaga terkait untuk dilakukan pendampingan, pelatihan, penyiapan infrastruktur, sarana dan prasarana termasuk fasilitas akses permodalan ke perbankan. Sehingga diharapkan dari perolehan sertifikat, masyarakat dapat mengagunkan sertifikat ke perbankan sebagai jaminan mendapatkan bantuan modal untuk perbaikan perekonomian mereka.
Capaian kontribusi Kementerian ATR/BPN juga terlihat pada besaran perolehan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi pemindahan hak atas tanah dan bangunan yang menjadi sumber pemasukan penerimaan Negara. Pada tahun 2015 PPh yang dihasilkan Kementerian ATR/BPN mencapai Rp 4,5 triliun sementara hingga akhir September 2016 perolehan PPh mencapai Rp 4,3 triliun.
Kementerian ATR/BPN juga berkontribusi pada pemasukan kas Pemerintah Daerah melalui Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sepanjang 2015 perolehan BPHTB mencapai 13,8 triliun dan hingga 20 Oktober 2016, perolehan BPHTB mencapai Rp 9,7 triliun.
Dukung Pembangunan Infrastruktur
Sepanjang tahun 2016 bidang infrastruktur mendapat perhatian besar pemerintah. Kementerian ATR/BPN turut berperan dalam melakukan percepatan pada persiapan proyek-proyek strategis nasional melalui proses pengadaan tanah yang dipastikan mengedepankan prinsip penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia, keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum dan pemberian ganti kerugian yang berkeadilan.
Terdapat total keseluruhan 226 proyek infrastruktur strategis nasional termasuk di dalamnya pembangunan jalan tol, jaringan rel kereta api, Bandar udara dan proyek pelabuhan. Untuk pengadaan tanah proyek jalan tol, hingga 2016 Kementerian ATR/BPN telah menyelesaikan proses pengadaan tanah termasuk proses ganti rugi pada 27 proyek jalan tol seluruh Indonesia dengan total panjang 293,7 kilometer.
Secara simultan hingga 2019 proyek pengadaan tanah Kementerian ATR/BPN akan menyediakan tanah untuk proyek pembangkit listrik 35.000 MW, jalan tol sepanjang 7.338 kilometer, 24 bandar udara, jalur kereta api 3.258 kilometer, 24 pelabuhan, 5 juta rumah MBR, 49 waduk, 1 juta hektar jaringan irigasi, 12 Kawasan Ekonomi Khusus, 15 Kawasan Industri, 78 unit stasiun Bahan Bakar Gas dan 2 kilang minyak. (her, sg, ram)
Tidak ada komentar