NCW

Breaking News

Segera Sahkan Undang-undang Pertanahan

Ketua Komite I DPD RI, Akhmad Muqowam 
Jakarta, Laras Post - Untuk mengatasi peningkatan jumlah sengketa pertanahan yang terjadi dalam beberapa kurun waktu terakhir, Rancangan Undang Undang (RUU) Pertanahan perlu segera disahkan.

Menanggapi meningkatnya sengketa pertanahan, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Irman Gusman mengharapkan, agar Komite I DPD RI dalam masa sidang ini, menyelesaikan penyusunan RUU Pertanahan, yang menjadi usul inisiatif DPD.
Irman mengatakan, untuk mengatasi sengketa pertanahan yang terus meningkat, RUU Pertanahan harus segera disahkan sebagai payung hukum rencana umum penataan pertanahan. 

�RUU Pertanahan memiliki urgensi dan akan menjadi payung hukum grand strategy penataan pertanahan dalam mewujudkan land reform di Indonesia,� kata Irman, Rabu (20/5/2015) di Jakarta. 
Ia menjelaskan, payung hukum program land reform adalah undang-undang, maka RUU Pertanahan juga menjadi payung hukum grand strategy penataan pertanahan yang pembahasannya seiring sejalan dengan pengawasan Komite I DPD RI atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Ketua Komite I DPD RI Akhmad Muqowam menjelaskan,  pertanahan dan tata ruang merupakan persoalan mendasar pembangunan yang kerap terjadi. �Bertahun-tahun terjadi konflik pertanahan, baik vertikal maupun horizontal,� ujarnya.

Lebih lanjut Akhmad menyatakan, konflik pertanahan meluas dan bertambah akibat lambannya pemegang kekuasaan mengatasi konflik pertanahan, juga maraknya mafia pertanahan, sehingga banyak korban luka-luka dan meninggal atau perbuatan kriminal disangkakan oleh pengusaha dan perusahaan. �Oleh karena itu, RUU Pertanahan harus menjadi prioritas kerja,� tegasnya.
Ia juga mengungkapkan, untuk memberikan masukan pada UU Pertanahan yang sedang digodok bersama Pemerintah Pusat dan DPR RI, pihaknya telah menginventarisir berbagai persoalan pertanahan, terutama di Kota Batam Kepulauan Riau 
Menurutnya, ditemukan berbagai hal menarik mengenai kasus pertanahan di Batam yang bisa dijadikan masukan bagi UU Pertanahan kelak.

Persoalan di Batam yang berhasil dirangkum DPD RI, antara lain adanya dualisme pengurusan tanah, dengan adanya dua lembaga pemerintah di kawasan itu, yaitu Pemerintah Kota Batam dan Badan Pengusahaan Kawasan Batam serta kewajiban membayar Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO).
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 1984, Otorita Batam (kini berganti nama menjadi BP Kawasan Batam) memiliki hak kelola lahan di pulau utama (Pulau Batam) dan beberapa pulau lainnya. Atas lahan itu BP berhak memungut Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO).

Ia berharap UU Pertanahan bisa mengakomodir permasalahan yang terjadi di Kota Batam, khususnya Kawasan Batam yang dikelola Badan Pengusahaan Kawasan Batam, yaitu di pulau utama, pulau-pulau kecil yang dihubungkan oleh rangkaian jembatan Barelang dan beberapa pulau lainnya yang ditetapkan UU. (her)

Tidak ada komentar